DASAR ILMU TANAH

1.Pengertian tanah dari berbagai sumber
a) Menurut Thaer seorang ahli fisika bumi (1990) dalam Purnomo (2013)
Tanah memiliki fungsi sebagai bahan yang lepas dan merupakan akumulasi serta campuran berbagai bahan, terutama unsur Si, Sl, Ca, Mg, Fe dan unsur lainnya.
b) Menurut Friedrich Fallou seorang ahli geologi (1855) dalam Purnomo (2013)
Tanah sebagai hasil pelapukan oleh waktu yang mengikis batuan keras & lambat laun akan terjadi dekomposisi menjadi massa tanah yang kompak.
c) Menurut Wegner (1918) dalam Purnomo (2013) dalam Ariyanto (2009)
Tanah adalah lapisan hitam tipis yang menutupi bahan padat bumi yang merupakan partikel kecil yang mudah remah, sisa vegetasi dan hewan, dimana tumbuhan bertempat kedudukan, berakar, tumbuh, dan berbuah.
d) Menurut EW Hilgard (1906) dalam Ariyanto (2009)
Tanah adalah bahan yang gembur dan lepas dimana tumbuhan dapat memperoleh tempat hidup berkat adanya zat hara serta syarat lain untuk tumbuh.
e) Menurut Alfred Mitscherlich ahli fisiologi (1920) dalam Ariyanto (2009)
Tanah sebagai campuran bahan padat berbentuk tepung, air, dan udara yang mengandung zat hara sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.
f) Menurut VV Dokuchaev (1900) dalam Ariyanto (2009)
Pengertian tanah dihubungkan dengan iklim dan lingkungan tumbuh-tumbuhanan sehingga dapat digambarkan sebagai zone geografi yang luas dalam skala peta dunia.
g) Menurut Jacop S Joffe (1949) dalam Ariyanto (2009)
Tanah adalah bangunan alam yang tersusun atas horison-horison yang terdiri atas bahan yg berbeda-beda dan dapat dibedakan dari bahan-bahan yang ada di bawahnya dalam hal morfologi, sifat dan susunan fisik, kimia dan biologinya, serta   unsur fisika, kimia, biologi, serta morfologi yang dilibatkan.
h) Menurut Berzelius seorang ahli kimia (1803) dalam Ariyanto (2009)
Tanah merupakan laboratorium kimia alam dimana proses dekomposisi dan reaksi sintesis kimia berlangsung secara tenang.
i) Menurut Marbut seorang ahli tanah (1927) dalam Ariyanto (2009)
Tanah merupakan lapisan paling luar kulit bumi yang biasanya bersifat tak padu (unconsolidated), mempunyai tebal mulai dari selaput tipis sampai lebih dari tiga meter yang berbeda dengan bahan di bawahnya, biasanya dalam hal warna, sifat fisik, susunan kimia, mungkin juga proses-proses kimia yang sedang berlangsung, sifat biologi, reaksi dan morfologinya.
j) Definisi menggunakan dasar dari pengertian tanah
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang menempati sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
k) Menurut Notohadiprawiro (2006)
Tanah adalah gejala alam permukaan daratan, yang membentuk suatu minakat (Zone) yang disebut pedosfer, tersusun atas massa galir (loose) berupa pecahan dan lapukan batuan (rock) yang bercampur dengan bahan organik. Tanah bukan suatu wujud tedas (distinct), tanah disebut gejala lintas-batas antar berbagai gejala alam permukaan bumi.
l) Menurut Schroeder (1984) dalam Notohadiprawiro (2006)
 Tanah adalah hasil alih rupa (Transformation) dan alih tempat (translocation) zat-zat mineral dan organik yang berlangsung dipermukaan daratan dan dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu yang sangat panjang, dan berbentuk tubuh dengan organisasi dan morfologi tertentu.

2. Mengapa Tanah dikatakan sebagai media untuk tumbuhnya tanaman?
Karena tanah mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Unsur hara tanah yang diperlukan terdiri dari unsur makro (yang diperlukan dalam jumlah banyak) meliputi N, P, K, Ca, Mg, dan S, dan unsur mikro (yang diperlukan dalam jumlah sedikit) meliputi Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, dan Cl. Hal tersebut sesuai dengan definisi tanah yang disampaikan oleh Thaer dalam Purnomo (2013) yang merupakan seorang ahli fisika bumi.
Selain hal tersebut, tanah juga menyediakan faktor-faktor utama untuk pertumbuhan tanaman, yaitu air dan udara dengan fungsinya sebagai media tunjangan mekanik akar dan suhu tanah. Keberadaan udara pada tanah akan mempengaruhi kerapatan dan kepadatan struktur tanah. Perkembangan akar yang sehat serta proses pernafasan udara oleh akar menjadi tolak ukur dari baik atau tidaknya aerasi udara pada struktur tanah tertentu. Semua faktor tersebut haruslah seimbang agar pertumbahan tanaman baik dan berkelanjutan.
Lalu, tanah juga memiliki pH (derajat keasaman). Faktor ketersediaan air berpengaruh terhadap tingkat keasaman tanah. Kisaran pH tanah untuk daerah basah adalah 5-7 dan kisaran untuk daerah kering adalah 7-9. Hal ini berpengaruh juga terhadap pemilihan jenis tanaman. Untuk daerah basah (ph 5-7) pilihlah tanaman yang dapat tumbuh subur di kisaran ph seperti itu. Begitu juga halnya dengan ph yang lainnya.

3. Sifat Morfologi Tanah
Sifat morfologi adalah sifat-sifat tanah yang diamati dan dipelajari dilapang meliputi tampakan tanah yang berkaitan dengan pola agihan cacak sifat-sifat tanah (vertical distribution pattern of soil properties) (Andriani, 2009).
Sifat morfologi tanah terdiri atas:
a) Warna Tanah
b) Tekstur Tanah
c) Struktur Tanah
d) Konsistensi Tanah
e) Perakaran
f) Bentukan Khusus
g) pH Tanah

4. Degradasi tanah semakin cepat akibat alih guna lahan dan pertanian intensif. Indikator di lapangan yang bisa diidentifikasi apa saja? Mekanisme di lapangan kejadiannya bagaimana? Jelaskan!  
Tanah pertanian yang diusahakan terus-menerus cenderung produktivitasnya rendah. Jelaskan!
Ø Definisi Degradasi Tanah
Degradasi Kesuburan Tanah (soil degradation) adalah suatu proses kemunduran atau kerusakan tanah secara fisika, kimia, dan biologi yang menyebabkan penurunan produktivitas dan daya sangga lahan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau penyebab lain (Andriani, 2009).

Ø Indikator Degradasi Tanah
Menurut Khotimah et al., (2009) indikator degradasi tanah yaitu:
1) Penggunaan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap degradasi tanah, dimana degradasi tanah pada penggunaan lahan perladangan lebih tinggi dibandingkan kebun campuran.
2)  Secara tunggal, variabel luas penggunaan lahan, kerapatan vegetasi atas dan kerapatan vegetasi bawah berpengaruh sangat nyata terhadap degradasi tanah pada kebun campuran/perkebunan, sedangkan pada penggunaan lahan ladang berpindah, variabel luas penggunaan lahan dan kerapatan vegetasi bawah berpengaruh sangat nyata, kerapatan vegetasi atas berpengaruh nyata terhadap degradasi tanah.
3) Secara serempak untuk penggunaan lahan kebun campuran/perkebunan menunjukkan bahwa luas penggunaan lahan, kerapatan vegetasi atas dan kerapatan vegetasi bawah berpengaruh sangat nyata terhadap degradasi tanah.

Ø Mekanisme
Degradasi tanah pada umumnya disebabkan karena 2 hal yaitu faktor alami dan akibat faktor campur tangan manusia. Degradasi tanah dan lingkungan, baik oleh ulah manusia maupun karena gangguan alam, semakin lama semakin meningkat. Lahan subur untuk pertanian banyak beralih fungsi menjadi lahan non pertanian. Sebagai akibatnya kegiatan-kegiatan budidaya pertanian bergeser ke lahan-lahan kritis yang memerlukan input tinggi dan mahal untuk menghasilkan produk pangan yang berkualitas (Mahfuz, 2003 dalam Las et al.,  (2013)).
Menurut Firmansyah (2003) dalam Las et al.,  (2013) faktor alami penyebab degradasi tanah antara lain: areal berlereng curam, tanah yang mudah rusak, curah hujan intensif, dan lain-lain. Faktor degradasi tanah akibat campur tangan manusia baik langsung maupun tidak langsung lebih mendominasi dibandingkan faktor alami, antar lain: perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, masalah kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan ekonomi, masalah kesehatan, dan pengembangan pertanian yang tidak tepat.
Lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur tangan manusia secara langsung, yaitu : deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, ekploitasi berlebihan, serta aktivitas industri dan bioindustri. Sedangkan faktor penyebab tanah terdegradasi dan rendahnya produktivitas, antara lain : deforestasi, mekanisme dalam usaha tani, kebakaran, penggunaan bahan kimia pertanian, dan penanaman secara monokultur (Las et al.,  2013). Faktor-faktor tersebut di Indonesia pada umumnya terjadi secara simultan, sebab deforestasi umumnya adalah langkah permulaan degradasi lahan, dan umumnya tergantung dari aktivitas berikutnya apakah ditolerenkan, digunakan ladang atau perkebunan maka akan terjadi pembakaran akibat campur tangan manusia yang tidak terkendali (Las et al.,  2013).
Umumnya faktor-faktor penyebab degradasi baik secara alami maupun campur tangan manusia menimbulkan kerusakan dan penurunan produktivitas tanah. Pada sistem usaha tani tebas dan bakar atau perladangan berpindah masih tergantung pada lama waktu bera agar tergolong sistem usaha yang berkelanjutan secara ekologis. Secara khusus disebutkan bahwa sistem tersebut pada beberapa daerah marjinal dan tekanan populas terhdap lahan cukup tinggi, kebutuhan ekonomi makin meningkat mengakibatkan masa bera makin singkat sehingga sangat merusak dan menyebabkan degradasi tanah dan lingkungan. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa setelah 5 tahun sejak pembakaran maka konsentrasi unsur hara menurun, persentase Al tinggi, dan persentase kejenuhan basa rendah di subsoil setelah 2-5 tahun kebakaran. Tanah menjadi subyek erosi, subsoil menjadi media tumbuh tanaman, dan tingginya konsentrasi Al pada tingkat meracun serta rendahnya kejenuhan basa mendorong penurunan produksi tanaman (Las et al.,  2013). Pengaruh antropogenik terhadap degradasi tanah akan sangat tinggi apabila tanah diusahakan bukan untuk non pertanian. Perhitungan kehilangan tanah yang ditambang untuk pembuatan bata merah sangat besar. Akibat penimbunan permukaan tanah dengan tanah galian sumur tambnag emas di Sukabumi mengakibatkan penurunan status hara, menurunkan populasi mikroba dan artropoda tanah, dan merubah iklim mikro (Andriani, 2009).
Laju deforestrasi di Indonesia sebesar 1,6 juta ha per tahun, sedangkan luas lahan kritis pada awal tahun 2000 keseluruhan seluas 23,2 juta ha (Andriani, 2009). Deforstasi mengakibatkan penuruna sifat tanah. Las et al., (2013) menyatakan bahwa deforestrasi menyebabkan kemampuan tanah melepas N tersedia (amonium dan nitrat) menurun. Degradasi lahan akibat land clearing dan penggunaan tanah untuk pertanaman secara terus-menerus selama 17 tahun memicu hilangnya biotan tanah dan memburuknya sifat fisik dan kimia tanah.
Dibandingkan tanah non terdegradsai, maka terdegradasi lebi rendah 38% C organik tanah, 55% lebih rendah basa-basa dapat ditukar, 56% lebih rendah biomass mikroba, 44% lebih rendah kerapatan mikroartropoda, sebaliknya 13% lebih tinggi berat isi dan 14% pasir. Nilai pH non terdegradasi lebih tinggi daripada tanah terdegradasi. Begitu pula ditemukan bahwa dekomposisi daun dan pelepasan unsur hara lebih rendah pada tanah terdegradasi daripada non terdegradasi selama 150 percobaan (Talakua, 2013).
Kebakaran hutan seringkali terjadi di Indonesia, data menunjukkan bahwa luas kebakaran hutan pada tahun 2002 sebesar 35.496 ha (Talakua, 2013). Kebakaran menyebabkan perubahan warna agregat luar memiliki hue dan chroma lebih rendah dan hue menjadi lebih merah dibandingkan warna dalam agregat. Selama itu terjadi penurunan Cadd dan meningkatkan kejenuhan Al. Penggunaan warna tanah setelah kebakaran untuk menduga kesuburan tanah sangat terbatas, sebab kesuburan tanah berubah lebih cepat darpada warna tanah (Talakua, 2013). Kebakaran juga menyebabkan meningkatnya ammonium, P tersedia, Na+, K+, Mg2+, menurunya nitrat, KTK dan Ca2+, serta bahan organik, sedangkan erosi akibat kebakaran dapat berkisar sekitar 56 dan 45 kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanah tidak terbakar masing-masing pada intensitas tinggi dan sedang (Las et al., 2013).

5. Tanah yang diusahakan terus-menerus cenderung produktivitasnya menurun
(1) Pengurasan dan defisit hara karena yang terbawa panen lebih banyak dari hara yang diberikan melalui pemupukan atau penambahan dari air irigasi;
(2) Kelebihan pemberian hara tertentu dan kekurangan hara lainnya karena pemupukan yang tidak berimbang.
(3) Penurunan kadar bahan organik tanah. Degradasi tersebut tidak saja mengancam kuantitas (produktivitas) hasil padi, tetapi juga kualitasnya (Agus dan Setyorini, 2007 dalam Las et al., 2013).
Menurunnya produktivitas tanah sawah, terutama di Pulau Jawa memerlukan upaya pemulihan secara tepat dan cepat. Tanah sakit diartikan sebagai menurunnya kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan tanaman secara berkelanjutan. Penurunan (degradasi) produktivitas tanah sawah dicirikan antara lain oleh menurunnya kandungan bahan organik tanah dan rendahnya ketersediaan unsur hara makro P dan K. Hasil penelitian Badan Litbang Pertanian (2006) dalam Talakua (2013) menunjukkan bahwa sekitar 65 persen dari 7,9 juta ha lahan sawah di Indonesia memiliki kandungan bahan organik rendah sampai sangat rendah (C-organik 3 persen. Sedangkan dari luasan lahan sawah tersebut, sekitar 17 persen mempunyai kadar total P tanah yang rendah dan sekitar 12 persen berkadar total K rendah. Gejala umum yang terlihat adalah menurunnya kadar bahan organik tanah sawah akibat oleh peningkatan penggunaan pupuk kimia anorganik/sintetik tanpa diikuti penggunaan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos) yang memadai. Ini berakibat hilangnya berbagai fungsi penting bahan organik dalam memelihara produktivitas tanah yang berujung pada kerusakan fisik, kimia dan biologi tanah. Untuk itu, langkah-langkah strategis dalam pemulihan produktivitas lahan sawah untuk menjamin kemandirian pangan secara berkelanjutan perlu segera dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Evi. 2009. Degradasi Tanah. Bengkulu: Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu.
Ariyanto, Dwi Priyo. 2009. Ilmu Tanah (Soil Science). Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Kadir, Rizal. 2014. Morfologi dan Klasifikasi Tanah di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo Desa Dulamayo Selatan Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Gorontalo: Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo.
Khotimah, N. dan Sugiyanto. 2009. Diktat Geografi Tanah. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Las, I., D. Setyorini, dan S. Rochayati. 2013. Pertanian pada Ekosistem Lahan Sawah. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2006. Tanah dan Lingkungan. Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Purnomo, Dony. 2013. Tanah dan Sifatnya. Wonogiri: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian dan Pengembangan.
Talakua, S., M. 2013. Pengaruh Faktor Luas Penggunaan Lahan dan Kerapatan Vegetasi terhadap Degradasi Tanah pada Kebun Campuran dan Ladang Berpindah di Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat. Maluku: Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pattimura.

Komentar